Jalan-jalan sore ke toko buku dengan banyak pikiran yang menyelinap
dari prototipe project sampe judul thesis
. Sore ini mengunjungi dua toko buku,
sekedar melihat-lihat saja. Terantuk pada tumpukan buku komputer, filsafat,
sosiologi dan juga politik. Akhirnya muncul pertanyaan-pertanyaan baru yaitu
tentang cita-cita. Iya cita-cita kita dalam hidup maupun karir. Karena
pertanyaan inilah yang sering ditanyakan oleh orang-orang disekitar kita sejak
kecil. Sebelum kita mengenal sekolah dan lebih-lebih setelah kita memasuki
dunia sekolahan.

Mungkin klise dan juga naif untuk
ditanyakan kembali pada mereka yang sudah berumur, ya sebut aja begitu. Misal
pertanyaan ini sekarang kita tanyakan pada mereka yang sedang mengambil kuliah
S2 ataupun mereka yang sudah bekerja. Apakah cita-cita itu berhenti dalam taraf
tertentu?? Mungkin waktu masih TK kita ada yang bercita-cita jadi dokter,
polisi, tentara, insinyur, (dan tampaknya belum ada yang bercita-cita jadi
anggota dewan). Pertanyaan dari guru atau orang-orang di sekitar kita ini kita
jawab dengan semangat dan begitu yakin. Dan merekapun bangga dengan ungkapan
cita-cita kita ini. Setelah memasuki bangku sekolah berikutnya kitapun masih
ditanya dengan pertanyaan yang sama, “apa cita-citamu kelak?”. Dan lagi-lagi
kita masih menjawab dengan bersemangat dan sangat yakin dengan cita-cita kita
itu. Memasuki SMP, menjawab pertanyaan yang sama, kita mulai gamang dan
menyebut saja “berguna bagi nusa bangsa dan agama”. Klise dan tak lagi
bersemangat, masa depan menjadi tidak jelas dan kita hanya menikmati masa-masa
itu seadanya tidak lebih.
Memasuki SMA, kita mulai tidak jelas lagi
dengan masa depan walaupun sebagian sudah memilih jalur kejuruan. Menjadi
sesuatu seperti yang kita ungkapkan waktu kecil seolah menjadi paksaan dan
bukan dari diri kita sendiri. Hingga kita mendapati kita di penghujung tahun
kelulusan dan kembali muncul pertanyaan-pertanyaan itu, dari BP/BK ataupun
orangtua kita. “Mau jadi apa?”, “mau kuliah ambil jurusan apa?”, “mau kerja
dimana?”, Dan kita mulai agak mantap memilih walaupun tidak yakin betul dengan
pilihan-pilihan itu. Dan kuliah hingga semester akhirpun kita masih dalam
kegamangan tentang cita-cita, walaupun kita sudah berusaha memenuhi yang kita
inginkan waktu lulus SMA.
Demikianlah, kegamangan dan kebingungan
akan cita-cita menjadikan kita tidak konsen dengan bidang yang kita tekuni.
Karena di negeri ini tidak ada kepastian, seorang sarjana bisa bekerja sesuai
bidangnya. Dan dunia kerja memaksa kita mengikuti pola-pola itu, atau kita
memilih menjadi wiraswasta atau menjadi pengangguran. Paksaan ini sangat
efektif di dunia serba materi ini, pilihan-pilihan ini kadang mengaburkan lagi
cita-cita yang pernah kita ungkap sejak TK, SD, SMP, SMA, Kuliah (dan mungkin
juga cita-citanya berbeda tiap tingkatan
). Mungkin itu dulu, sambil kita
berbenah lagi dan merenungi segala cita-cita masa kecil kita untuk menghadapi
pilihan-pilihan selanjutnya. Kerjakan thesis dan tentukan cita-cita lagi 


0 komentar:
Posting Komentar